DIENG : PENDAKIAN PERTAMA “LITTLE B”

Setiap orang memiliki cara sendiri untuk spending their money, apa yang menurutnya penting dan bernilai. Ada orang yang rela membayar jutaan rupiah untuk bisa memiliki tas branded dan ada yang rela membayar ratusan ribu rupiah cuma untuk segelas kopi, meraka melakukan itu karena menurut mereka tas dan kopi itu senilai dengan kepuasan yang mereka rasakan. Dalam kasus ini, spending time dengan piknik bertiga adalah yang paling bernilai untukku dan suami.

Sehingga kami memiliki tradisi tahunan yang tanpa sengaja tercipta yaitu Annual Trip. Kami bertiga akan melakukan perjalanan selama beberapa hari ke tempat-tempat seru yang belum pernah dikunjungi. Trip ini biasanya terjadi pada bulan Juni bertepatan dengan wedding anniversary. 

Setelah dua tahun yang lalu pandemi menghalangi semua rencana kami, sehingga annual trip terpaksa diganti dengan staycation kruntelan bertiga di hotel. Tahun ini ketika suasana berangsur membaik, kami merencanakan perjalanan yang sedikit jauh. Dengan melihat Kembali bucket list yang sudah kubuat sejak SMA sebagai salah satu inspirasi, kami memutuskan untuk ke Dieng, Wonosobo. Sebenarnya aku punya misi pribadi untuk perjalanan ini, yaitu mengembalikan hasrat Jefri pada pendakian. Jujur salah satu poin yang membuatku dulu tertarik dengan dia adalah karena hobi mendakinya, jadi janganlah itu menghilang begitu saja.

View dari kamar kami

Highlight dari perjalanan ini adalah rencana untuk mendaki bukit Sikunir. Bukan sunrise yang kami cari (karena tau kemampuan bangun pagiku yang payah banget), tapi pengalaman mendaki pertama kali dengan Little B. Awalnya, Jefri nggak mau karena merasa B belum siap, masih usia 3 tahun. Namun dengan segala keyakinanku untuk meyakinkannya dan berhari-hari riset akhirnya dia luluh juga. Hasil riset kami adalah bukit sikunir merupakan salah satu bukit yang ramah anak dan bisa digunakan sebagai permulaan sebelum mendaki gunung-gunung lainnya.



Sebagai persiapan, seminggu sebelum berangkat kami rajin cek suhu di Dieng melalui aplikasi Accuweather. Hal ini aku lakukan untuk memastikan semua persiapan sesuai dengan keadaan disana. Apalagi kami membawa B, persiapan tentu harus siap 1000%.

Hari pertama adalah hari untuk eksplore beberapa spot wisata. Kami mengunjugi Candi Arjuno dan Telaga Warna.

Telaga Pangilon

Telaga Warna


Bermain Bubble

Menuju Candi Arjuno

Niat hati pengen mampir ke museum juga yang letaknya tepat di sebelah penginapan, tapi karena kayaknya sudah capek akhirnya kami tiduran saja di hotel sambil nonton cocomelon. Sejak ada B maka kami membiasakan untuk mengecek keadaan B (mood, jam makan, jam istirahat, etc etc) sebelum memutuskan sesuatu dan kurasa itu merupakan bentuk adaptasi yang alamiah terjadi setelah menjadi orang tua.

Si Paling Couple Bajunya

Little B tertidur di gendongan
Saatnya kami rehat

Hari kedua adalah hari kami mendaki Bukit Sikunir. Aku membelikan kami bertiga long john yang dipakai khusus untuk malam hari ketika tidur dan untuk pendakian ini. Bersyukur sempat menyiapkan long john karena memang sedingin itu ketika menjelang subuh. Kami berangkat sekitar pukul 06.00, disaat orang kebanyakan sudah mulai turun dari Sikunir, kami baru akan mulai mendaki.

Dibungkus berlapis-lapis baju

Semoga B selalu ingat,
pendakian pertamanya adalah dengan Ayah dan Bunda

Setapak dua tapak istirahat
tentu sudah tidak sekuat dulu

Perjalanan turun dengan posisi B tertidur di Carrier

Pemandangan dari Pos 3

Pos 3

My Team always and forever



Yang dulu masih di perut, sekarang sudah sebesar ini

Dalam obrolan kami setelah menikah aku pernah bertanya, apakah akan langsung memiliki anak atau tidak. Obrolan tersebut timbul karena keadaan kami sebagai pasangan LDM dan kami yang masih ingin travelling ke berbagai tempat. Namun Jefri meyakinkanku bahwa, dunia pasti akan lebih seru kalau kita jelajahi bertiga. So dari situlah Little B tercipta. Sepanjang ini, memutuskan untuk memiliki B adalah keputusan terbaik dalam hidupku yang tidak pernah aku sesali.

Kami berdua memang tidak sempurna sebagai orang tua. Dengan semua keterbatasan yang kami miliki sebagai manusia. Dengan perjalanan-perjalanan kecil kami, kami belajar dan saling mengisi satu sama lain.

Semoga dengan menjadi travel mate pertama anak kami, hati kami tetap hangat dan dekat meskipun kadang terpisah jarak. Semoga kelak ketika anak kami dewasa dan memulai perjalannya sendiri, dia tau bahwa Ayah dan Bunda akan selalu menjadi tempat pulang ternyaman. Semoga. . . .


Ps. Setelah perjalanan ini, Jefri menemukan kecintaan kembali dalam mendaki. Misiku sukses besar 😇

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] NADIRA - Leila S. Chudori

A&M Co : Best Croissant in Town

[Spoiler Alert] SESUK - Tere Liye : Plot twist tapi ya gimana yaaa??