LAWU ADVENTURE #2



“Perjalanan untuk sampai ke puncak Lawu memang tidak mudah, butuh kebulatan tekat dan kemauan yang baja agar tetap berjalan naik meski kaki rasanya sudah sulit melangkah. Tapi, dengan semua perjuangan, Lawu tidak segan memberimu perjalanan keindahan yang tidak ada bandingnya. Membuatmu menemukan dirimu sendiri, memberimu kepuasan yang bekerja seperti nikotin, sekali, dua kali, tiga kali, ratusan kali, menagih tanpa pernah overdosis”


DAY #2

Semaleman aku dan Uye susah tidur, bukan, bukan kerena suara ngorok mas-mas tenda sebelah. Kita berdua kedinginan, kita menggunakan berbagai cara biar anget, mulai dari pasang koyo’ dimana-mana, sampai bermandi freshcare, tapi nggak mempan, akhirnya kita saling berpelukan kaya telletubies biar tetap bisa bertahan hidup. Aku berharap-harap cemas biar cepet pagi, biar at least suhunya bisa agak sopan. Setelah akhirnya beneran udah pagi, Meeennnnn, ternyata dinginnya malah tambah nggak sopan, ditambah anginnya juga nggak sopan, semuanya nggak sopan!!! Bayangin aja, kita kalau nafas atau ngomong aja sampai keluar asepnya, sekarang aku tau gimana rasanya jadi orang Korea.



Sunrise dilihat dari Pos Penggek

Ini yang semalem kelap-kelip berwarna-warni dan nggak bisa difoto :’)

Aku di Korea Lawu Ibuukkkk

“Teman Tidur”ku semalam *blushing*

Pos III : Penggek
Note : tenda itu bukan tenda punya kita, tenda kita lebih mini dan berwarna lebih. . . “meriah”

Setelah puas melihat-lihat, baru sadar ternyata perut minta dikasih makan. Maka langsung aja Jefri kita masak makanan favorit semua masyarakat Indonesia “Indomie Goreng” *prookk prookk prookkk*. Pertama semua berjalan sesuai rencana, tapi perasaan mulai sedikit kruwel-kruwel saat kompor gas yang kita bawa nggak mau nyala. Bisa nyala, tapi apinya cuma kecil dan warnanya ijo, persis upilnya Jefri pas lagi pilek, dengan api sekecil itu kalau nungguin mateng bisa sampe subuh hari selanjutnya. Maka diputuskan dan disepakati bersama oleh kita bertiga, Uye, Luly, dan Jefri (Dendy? Dia masih dipelukan Sleeping Bag supernya), kita akan masak pake parafin.

Indomie. . .Selerakyuuu ~ ~ ~

Semua sudah kenyang, Dendy sudah bangun dari masa hibernasi bersama dengan seonggok Sleeping Bag, semua sudah di-packing kembali ke dalam tas masing-masing. Sekitar jam 7.30 kita melanjutkan ekspedisi, baru beberapa meter jalan kita ketemu dengan sebuah mata air. Namanya “Sendang Panguripan”, kecil tapi sangat berguna untuk menyelematkan persediaan air kita. Kita bersih-bersih badan seperlunya, seperlunya disini artinya cuma gosok gigi dan cuci muka, bukan mandi. Jorok?? Rasakan sendiri dinginnya kaya gimana!!!

Sendang Panguripan
Sepele Guedi Khasiate

Gosok terus, gosok terusss Priii. . .Sing jerooo!! 
Iklim diatas gunung itu dingin tapi sinar mataharinya terik banget. Kita nggak  bakal ngerasa kepanasan, tau-tau sampe rumah semua badan gosong-gosong terpanggang matahari. Jadi, kita butuh tabir surya untuk melindungi kulit dan Lip Gloss untuk melindungi bibir biar nggak kaku dan pecah-pecah. Untuk Lip Gloss, nggak ada pengecualian, cowok-cewek semua sebaiknya pake.

Jenny : Alter Ego seorang Jefri
Jefri seperti sudah mengidamkan sejak lama buat pake benda ini. Lihat, dia begitu menjiwai setiap goresan yang dia torehkan di bibirnya.

Let’s Go To The Pos IV. ..!!!
Then, medannya penuh dengan jalan pintas, nge-kross dimana-dimana. Dendy selalu hobi lewat jalan-jalan kaya gitu, padahal dia sendiri ribet ngurusi Sleeping Bag yang maha besar itu!! Jalan sambil bawa-bawa Sleeping Bag malah bikin Dendy kaya lagi bawa lemper raksasa, ijo dan lonjong.

Ketika jalan kross bertemu dengan Lontong

Bisa diliat gambar Lontong diatas, jalan Kross itu bentuknya kaya gitu. Berbatu dan curam banget, kita harus manjat!!

Sebagai Krosser andalan Dendy all prepared, dari ujung kaki sampe ujung Salonpas

Selain Dendy, ada satu personil lagi yang addicting sama jalan “What The Hell” tersebut. Siapa lagi kalau bukan Miss Uye!! Sempet minder juga sih ngeliat kekuatan dan daya angkat-angkat wanita satu ini. Dengan carrier besar bisa-bisanya dia nge-kross dengan lihai dan tanpa bantuan. Aku yang kebagian bawa tas kecil, setiap beberapa meter harus Break buat minum dan ngatur nafas. Tapi Uye jarang banget minta Break, jarang minta minum, pokoknya jalan terus. Mungkin kalau dijadikan istri, Uye ini tipe wanita yang efisien dan nggak ngabisin tenaga, dia bisa ngurus dirinya sendiri dengan sangat baik. Sayang, belum ada laki-laki beruntung yang berhasil membetot hatinya.

Proudly present : Yayu Aylia Widiasiwi

Bandingkan dengan foto yang dibawah ini

“Not So” Proudly Present : Luly “Si Raja Nge-Break”

Lawu membuat kalian berjalan ratusan kali lebih banyak dari biasanya, membuat kita mengorbankan semua kenyamanan sehari-hari. Tapi Lawu nggak akan membuat kalian kecewa, semua perjuangan dari dasar gunung akan worth it, Lawu membayar setiap usaha dengan lunas, setimpal, tanpa kurang. Seperti foto-foto di bawah ini :

Kita, officially, di atas awan :’)

Yang di punggungnya Jefri itu bukan kulkas ya, kita nggak butuh kulkas di atas sana, seriously. Kalian pegang api sampai tangan kalian kebakar juga nggak kerasa panas!!!


Kegunaan koyo’ diperjalanan kaya gini itu penting. Selain jadi pengurang rasa pegal, juga menjaga hidung biar tetap pada tempatnya. Soalnya dengan suhu yang menurut kita ekstrim (di Korea suhu segitu dianggepnya hangat!!) hidung akan nggak ada rasanya, kalau tuh hidung jatuh di jalan mungkin kita jg nggak bakal ngerasa kehilangan. Makanya kita tempelin koyo’ biar tetep lunak dan nggak ilang!!!


Gunung Merapi dan Merbabu keliatan mungil sekali dari jarak begini. Dilihat dari rumahku, mereka berdua terlihat sangattttt besarrr!!!

Detik-detik sampai di Pos IV, kita harus lewat jalan yang so kampret ini. Enak sih jalannya rata, tapi nanjaknya bikin luluh lantak semua tenaga. Yang kalian liat diatas itu bukan dua orang lanjut usia yang lagi jalan-jalan keliling taman ya, itu AKU. Dan yang pake kerpus pink itu. . .enggg. .Pacarku. Tenang, dia laki-laki kok. . .insyaallah!!
Sekitar jam 11.30 kita sampai di Pos IV, lumayan jauh sih dilihat dari waktu tempuhnya. Medannya nggak seberat Pos I-III, nggak lagi tanah merah tapi krikil-krikil kecil dan landai (itu kalau nggak nge-kross ya!).



Pos IV : Cokrosuryo

Sampai di pos ini, hasrat buat cepat sampai puncak makin bergelora. Kata Jefri, setelah pos ini jalannya akan sangat enak, jaraknya juga nggak begitu jauh sampai pos selanjutnya. Pos selanjutnya itu adalah “WARUNG MAKAN Mbok YEM”, iya, kalian tidak salah baca atau sedang berhalusinasi, Pos V dengan rute Cemoro Kandang itu adalah sebuah warung milik seorang wanita bernama Mbok Yem dengan menu andalan Nasi Pecel + Telur!!! Nasi??? Lonjong, kecil, dan putih mulus. AHHH. . .aku merindukanmu, Nasi!!!! Dengan motivasi sepiring nasi, kita semua berangkat ke Pos V. Kalau bener kata Jefri, berarti kurang sedikit lagi, tunggu aku. . .Nasi!!! Tapi, kalau nggak kampret ya itu bukan Jefri namanya, ternyata masih jauhhh kampret!!! Untung aja dia baik sekali, mau bawain minumku, tetep mau jalan di belakangku, menjagaku, meski lambat jalanku, meski aku kentutin dia berkali-kali dan dia juga mengentutiku bertubi-tubi, dia tetap di belakangku, yahh biarpun kampret tapi kampret yang elegan. . .
Sebelum sampai di Mbok Yem, kita melewati padang Sabana, panas terik dan kering, berbeda jauh dari keadaan sebelumnya yang dingin dan lembab. Gunung yang biarpun luas tapi tetap mengarah pada satu puncak yang sama, bisa memiliki berbagai macam iklim yang berbeda-beda, Subhannallah!!!

Seperti sedang jalan-jalan di sebuah wilayah di Afrika


Subhannallah!!!

Setelah puas saling membagi gas methane dalam perut satu sama lain, akhirnya kita sampai di POS V : Warung Makan Mbok YEM. Aku kembali menemukan asa-ku, sepiring nasi hangat!!!
Tuhan, perasaanku berkaca-kaca, puncak yang seumur hidup aku idamkan sekarang tinggal di depan mata. . .Tolong beri aku sedikit kekuatan lagi untuk mencapainya besok, sekarang terlebih dahulu dan lebih mendesak rasa kemanusiaanku sebagai manausia, restui aku makan nasi pecel dengan telur ceplok bertengger indah diatasnya ini dulu Tuhan.Amin.
Seumur hidup, aku tidak pernah suka pecel, hanya ingin mencoba dan selalu berhenti di sendok ke lima atau keenam tidak pernah sampai memperlihatkan dasar piringnya, tapi hari itu, pertama kali dalam sejarah 21tahun hidupku, aku meludeskan sepiring nasi pecel bahkan sampai ke kacang yang terakir!! Ibukku pasti bangga mendengarnya!!! Sihir apa yang ada dalam sepiring pecel bikinan Mbok Yem ini???

Warung Mbok Yem itu seperti tempat penyambung semangat bagi para pendaki, warung sederhana itu bersambungan langsung dengan tempat semacam barak yang nyaman. Atap, alas, dan dinding gubuknya dibuat sedemikian rupa agar angin yang masuk sedikit, sehingga pelanggannya tidak ditusuki dingin. Bila sudah mulai malam mereka menyediakan penerangan yang listriknya berasal dari tenaga diesel, ada fasilitas stop contact juga untuk mengisi baterai baik HP, senter, kamera, baterai apa saja. Selain membayar biaya makan, untuk fasilitas listrik ini kita dikenai biaya tambahan, sedangkan tempat menginap yang “mewah” itu dibuka gratis untuk siapa saja yang ingin istirahat selama yang anda suka.
Perut sudah terisi penuh, masih jam 15.00 sedangkan kita baru akan berjalan ke puncak besok subuh. Sisa hari itu sampai sore kita habiskan untuk tidur, istirahat, aku tidak bermimpi siang itu, mana bisa aku bermimpi kalau kenyataan aku berada di tempat ini pun masih seperti mimpi untuk nalarku.
Pelopor kegiatan tidur siang ini adalah Dendy, selalu jalan paling depan, sampai di Pos pertama kali, selesai makan pertama, dan tidur juga pertama kali. Bahkan ketika kita berjejalan di tenda kemarin malam, saat Uye hampir rubuh ditelanjangi dingin, dia tetap diam, berangkulan sempurna dengan “Lontong Ijo” yang dia sandang kemana-kemana. Minimal kerja kerasnya membuahkan kenyamanan, Sleeping Bagnya adalah yang paling hangat diantara kami. Di gubuk Mbok Yem, Dendy mendapat predikat baru “The Sleeper”.
Jangan Tanya pemandangan malamnya seperti apa, sama indahnya dengan kemarin, hanya saja kalau yang berkelap-kelip kemarin adalah Jawa Tengah, hari ini kita melihat Jawa Timur. Jawa Timur cenderung dipenuhi warna merah, ramai, semarak, sedangkan kemarin dominan warna neon, sepi, damai, anggun. . .maaf lagi, tidak bisa di foto, berkunjunglah dan nikmati sendiri ke-eksklusif-an Lawu saat malam, aku tidak bisa berbagi.
Malam itu, aku tidur pulas, hanya aku merasa bersalah ke Uye. Kita tidak bisa berbagi kenyamanan di dalam Sleeping Bag berdua. . .aku yakin, uye kembali dibabak belurkan dingin malam itu.


To Be Continue. . .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] NADIRA - Leila S. Chudori

A&M Co : Best Croissant in Town

[Spoiler Alert] SESUK - Tere Liye : Plot twist tapi ya gimana yaaa??