LAWU ADVENTURE #1



Tanggal 29 Juni – 01 Juli kemarin adalah hari bersejarah buatku, kenapa begitu? Karena selama tiga hari itu aku akhirnya berhasil mendaki Gunung Lawu. Setelah hampir putus asa karena berbagai kendala, mulai dari ijin orang tua sampai kurangnya personil. Untung aja di detik-detik terakhir, Uye (biggg biggg thanks buat kamu Ye!!!) akhirnya memutuskan ikut, jadi H-1 aku baru prepare semua barang yang harus dibawa dibantuin sama Jefri. Dengan persiapan mendadak itu, aku mulai petualangan penaklukan yang sudah aku cita-citakan hampir seumur hidup ini.hahahaha

DAY #1

Rombongan kecilku hanya terdiri dari 4orang, aku, Jefri, Uye, dan Dendy (jefri’s litte brother yang baru lulus SMP, yang jambulnya bikin cewek-cewek “Oh My”). Leadernya sudah jelaslah siapa, orang yang menjadi pemecah rengkot rekor dikalangannya sendiri karena sudah mendaki Lawu sebanyak jeeenggg jenggg jengg S-E-B-E-L-A-S kali, nggak adil emang, di sisi lain ada orang yang sampe harus nangis buat dapet ijin naik gunung ehhh dia udah nrunyak aja sebelas kali!! Matematisnya begini, umurnya 22tahun dan dia mendaki Lawu sebanyak sebelas kali, berati dia udah mendaki sebanyak setengah dari hidupnya selama ini. Setengah dari hidupku hanya digunakan bermimpi “bisa mendaki” sedangkan setengah dari hidupnya digunakan untuk “benar-benar mendaki”. *sembah* *kalungin kembang* Dia itu adalah. . .Jefri Andi Pradana atau panggil saja dia “PRI ~ ~”



Leader kami yang juga merangkap Juru Masak.

Spoiller!
Kalau ingin mendaki Gunung Lawu, pertama-tama tentukan rute mana yang akan kamu ambil. Ada dua pos pemberangkatan, yaitu Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang. Cemoro Sewu merupakan pos pemberangkatan dari wilayah Jawa Timur, jalurnya pendek terdiri dari 5 Pos, hanya perlu ±8jam  untuk sampai di Hargo Dumilah (Puncak 1 Lawu) tapi jalannya terbuat dari susunan batu yang terjal dan menanjak terus menerus. Sedangkan Cemoro Kandang adalah pos pemberangkatan dari wilayah Jawa Tengah, meski sama-sama terdiri dari 5 Pos tapi jalurnya lebih panjang, jalannya setapak dan masih asli dari tanah merah sehingga licin kalau habis hujan. Jalur Cemoro Kandang ini cocok untuk yang ingin mendaki santai sambil camping dan melihat pemandangan disertai foto-foto.hahaha

Planningnya, kita akan naik lewat Cemoro Kandang dan turun lewat Cemoro Sewu. Perjalanan dari naik sampai turun kembali itu butuh waktu tiga hari dua malam kalau lancar, cuaca mendukung, dan keadaan fisik yang prima.
Sekitar jam 13.00, kita mulai jalan. Pertamanya sih jalannya oke, landai tapi masih rata belum yang sampe harus ngangkang2, berat carrier yang aku pakai juga masih wajar-wajar aja.

Setengah jam kemudian. . . .


Jalannya mulai nggak santai, mulai harus hati-hati milih pijakan biar nggak jatuh, langkahnya mulai ngangkang2 karena jalannya mulai nanjak. Aku mulai panik, kringetan, nafasnya setengah2, carrier di punggung beratnya kaya nambah berkilo-kilo, berasa pengen ndang pulang dan tidur di kasur!!! Ditengah masa-masa sulit, kayaknya uye tau penderitaanku, akhirnya dia menawarkan diri buat gantian tas. Dia nggak pake carrier cuma pake tas ransel, mataku berkaca-kaca sambil menyetujui ide itu. Dendy “si jambul Oh My God” nggak tinggal diam, dia menawarkan gantian alas kaki biar aku lebih nyaman, aaahhh adik itu hatinya unyu sekali (>.<). Aku yang berangkat dari bawah pake carrier besar dan sandal Eiger biasa, setengah jam kemudian disulap oleh peri Uye dan peri Dendy jadi orang paling nyaman di rombongan kecil kami dengan tas ransel dan sepatu hiking yang kegedean. Aku memulai langkahku kemudian dengan sangat anggun dan aduhai sekali.hahaha

Perjalanan selanjutnya tetap berat, tapi dengan segala kemewahan yang disponsori oleh rekan Uye, rekan dendy, dan Mr. Jefri, aku mulai menikmati. Nggak adil banget kalau aku mengeluh. Demi Dendy yang pake tas tentara sambil harus menggandeng harta benda berupa Sleeping Bag Super yang nantinya akan setia setubuh dengannya selama perjalanan ini, demi Uye yang sama-sama wanita tapi harus pake carrierku, demi Jefri yang sudah pake carrier gede masih harus ditambahi Dum (tenda) disampingnya sambil terus menjagaku dari belakang, demi restu Bapakku, aku harus sampai pucak dan nggak ngeluh!! Mangadhhh!!!


Beberapa menit sebelum sampe Pos I kalian bakal ketemu taman bunga ini, kalau lagi mekar sih. Semoga Beruntung!

Jam 3 sore kami sampai di Pos I “Taman Sari Bawah”. Kita biasa ngukur jarak pake satuan waktu, makin lama perjalanannya berarti makin jauh jaraknya. Jadi pos I ini jaraknya lumayan deket sama pos pemberangkatan, ada warungnya pula (kalau pas lagi buka)!!!

Pos I : Taman Sari Bawah

Temukan warung ini. . .kalau anda beruntung juga!

Setelah sedikit istirahat, menghabiskan satu gelas susu coklat, dan packing ulang ranselnya Dendy, kami melanjutkan perjalanan ke Pos II yang konon katanya nggak begitu jauh. Dari camp pemberangkatan sampai Pos I pemandangannya masih biasa, masih kaya kalian jalan-jalan di kebon, nah, mulai dari perjalanan ke Pos II ini kalian kaya masuk ke dimensi lain, suasananya beneran beda dari Pos sebelumnya. Aku nggak ngerti ya itu pohon jenis apa tapi yang jelas itu cabangnya banyak, mirip-mirip  kaya pohon bakau lah bentuknya. Pohon-pohon itu menghasilkan semacam gambut yang jatuh ke tanah disekitrnya, jadi kamu kaya lagi jalan diatas kasur, empuk-empuk gimana gitu rasanya. Saking rimbunnya, jadi seperti jalan di dalam lorong. Foto?ahhh lupaaaa ngambil fotonya!!!
Pintu Gerbang menuju ke Khayangan
(yang orange itu. . . . itu Dendy -_____-)

Jam setengah 5, kita sampai di Pos II : Taman Sari Atas. Maaf lagi, blogger ini bukan blogger profesional, blogger ini lupa ngambil foto gimana bentuknya Pos II karena sibuk makan Supermie diremukin. Intinya di Pos II ini, robongan kecil kami kelaparan!!!


Roti Semir Prambanan yang dibeli di Alfamart Palur ini saat itu rasanya lezat sekali, cita rasa pegunungan, sangat mak nyuusss!!

Di gunung, banyak hal-hal kecil yang bisa bikin kita bersyukur, even itu cuma makan roti semir biasa dan mie instant yang diremukin.

Kita melanjutkan perjalan ke Pos III sesegera mungkin karena sebentar lagi gelap, kata Jefri sama Uye yang udah punya pengalaman, jarak dari Pos II ke Pos III itu jauh. Perjalanan masih panjang jendral. . . .!!!!


Spoiller!
Perlu diingat sekali ya, perjalanan dari Pos II ke Pos III ini jauh dan PHP!! Catet!!! Landai lalu nanjak, landai – nanjak – landai lagi– nanjak lagi– kaya nggak ada habisnya!! Kalau kalian nganggep perjalanan dari Pos II ke Pos III ini berat, tunggu, Lawu masih punya yang lebihhh rrraaawwrrr rraaaaawwrr gemes gemes gimana gitu.hahahaha

Suasana mulai gelap, suhu juga mulai nggak santai, dan sepanjang jalan kita nggak ketemu siapa-siapa lagi. Hanya ada kita berempat, jalan pelan-pelan (oke, diperjelas, yang pelan-pelan cuma aku doang -___-) menyusuri pinggir jurang. Lengah sedikit, bubarlah kita!!! Aku beneran nggak suka suasana kaya gini, gelap, sepi, cuma ada suara langkah kaki kita sendiri, di jalan setapak yang aku juga nggak tau dimana ujungnya.
Kadang-kadang juga ada suara Dendy yang jalannya paling depan memperingatkan kalau ada batu besar atau ranting yang menjuntai ketengah jalan lalu Uye akan menyalurkan berita itu ke aku, aku akan memperingatkan Jefri, dan. . .sepi kembali.
Lalu adzan Magrib, di tempat setinggi ini kita bisa mendengar adzan magrib dari mushola yang nggak tau berapa jauhnya??? Sungguh, aku benar-benar merasa kecil, sangat kecil.

Sebelum sampai Pos III, kita melewati Pos Bayangan. Bukan, ini bukan  Pos misterius, ini pos beneran, yang bisa dipakai neduh kalau lagi ujan!! Tau deh kenapa namanya bayangan!!! Disana kita istirahat lumayan lama, sholat, menghangatkan diri dengan dua batang parafin, dan mempersiapkan amunisi untuk perjalanan selanjutnya. Amunisi disini maksudnya segala property yang bisa menghangatkan badan. Itu dinginnya nggak bercanda!!!! Jadi, persiapkan perbekalan baju hangat yang cukup ya.

Perjalanan selanjutnya kita tempuh dengan keadaan yang totally gelap. Tapi, pas ngeliat ke bawah, Oh Mennnn. . .itu kerennnn banget. Lampu-lampu kota, lampu rumah penduduk, lampu mobil, melebur semua jadi satu, kecil dan kelap-kelip warna-warni. Ditambah lagi bintang dilangit juga sedang banyak-banyaknya, belum tersentuh polusi cahaya. Mengingatkanku dengan lampu pohon natal menjelang Desember waktu kecil, aku suka duduk bersimpuh berjam-jam di rumah tetanggaku yang protestan hanya untuk memandangi pohon terang itu, kalau sudah disuruh pulang ibuk aku akan mengintip dari lubang jendela agar bisa menikmatinya lagi, sangat memikat, menyenangkan. Kali ini, bukannya aku lupa ambil foto, tapi memang nggak bisa di foto. Terlalu jauh di bawah dan terlalu minim cahaya. Keindahan malam di gunung kaya gini, kayaknya emang kemewahan tersendiri yang cuma bisa kalian lihat dan rasakan kalau kalian mendaki, benar-benar mendaki, tidak bisa diliat melalui foto.

Di jalur inilah Dendy menemukan bakatnya yang tersembunyi. Sebenarnya jalur aslinya itu nggak curam-curam banget, landai tapi berputar-putar, yah begitulah membuat putus asa kadang-kandang. Banyak sekali jalan pintas yang bisa diambil, bisa menyingkat waktu tempuh tapi harus dengan tenaga ekstra karena jalannya lebih seperti medan Wall Climbing, jalan pintas itu kemudian kita sebut “cross” atau ‘kros”. Dendy hobi sekali lewat jalan-jalan kaya gitu, maka tepat malam itu, dia mendapat julukan “The Krosser”.

Setelah Dendy dan Uye berkali-kali nge-Kros, sampai jalan yang mustahil dilewati pun mungkin sudah mereka berdua arungi, sekitar jam 21.00 akhirnya kita sampai di Pos III : Penggek. Kita membangun tenda, mengisi perut, dan tidur di tenda kecil kami yang sederhana tapi lucu.
Dan kamu Jefri, tidak perlu lagi mencuri dengar bicaraku, karena sekarang sebagian besar kalimatku memang kutujukan untuk telingamu, tidak usah lagi menikmati punggungku diam-diam, karena aku telah membagi hatiku, setengah untukku pribadi dan setengah lagi kamu yang pegang. Kamu harus segera pensiun dari profesi “pemandang”mu.

Hening. . . .hening. . .hening. . .
*5 menit kemudian
ngggorrrwwrrrr. . .NGGGggoorwwrrr. . .NGGGOOORRWWWWRRR. . .!!!!!

Ditengah hutan dan diatas gunung begini, bisa-bisanya ada suara ngorok yang kerasnya nggak manusiawi!!! Salah satu penghuni tenda di samping tenda kita ada yang ngorokkkk, BNB (Bukan Ngorok Biasa). Mungkin suara orokannya bisa mencapai radius bermeter-meter!!! Kalau aku yang ada dilain tenda dengan “Mas Terduga BNB” itu aja bisa terganggu banget, bisa-bisanya temen-temen setendanya kalem-kalem aja. Kemungkinannya ada dua, pertama mereka semua diem karena memang udah terbiasa dengan suara Mas-mas itu, dan kedua kuping mereka mengalami shock berat dan mereka semua pingsan!!! Maka, malam itu dihabiskan oleh aku, Uye, dan Jefri untuk ketawa ngakak gara-gara Bukan Ngorok Biasa tersebut. Sedangkan Dendy?? Tidur pules banget, mungkin dia juga mengalami shock -______-

Bagaimana kelanjutan perjalanan penaklukan Lawu ini? Apakah aku akhirnya sanggup sampai ke puncak 3265 Dpl? Bagaimana Jefri akhirnya menemukan alter egonya? Apakah Dendy masih tetap jadi Raja Nge-Kros? Apakah akhirnya Uye menemukan tambatan hatinya? Apakah Julia Perez akhirnya bisa menikahi kekasihnya Gaston Castanyo?? Tunggu kisahnya di postingan selanjutnya. . .
I Promise, next post, akan ada lebih banyak foto ;)


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] NADIRA - Leila S. Chudori

A&M Co : Best Croissant in Town

[Spoiler Alert] SESUK - Tere Liye : Plot twist tapi ya gimana yaaa??